Selasa, 08 September 2015

Pendekatan Tes Diagnostik

Menurut Nitko & Brookhart (2007:296) ada enam pendekatan penaksiran diagnostik terkait dengan masalah pembelajaran, yaitu:

1.       Pendekatan Profil Kekuatan dan Kelemahan Kemampuan pada Suatu Bidang
Pada pendekatan ini, suatu mata pelajaran dibagi ke dalam bagian-bagian, di mana masing-masing bagian dianggap sebagai ciri atau kemampuan yang terpisah. Hasil diagnosis dilaporkan sebagai suatu profil kekuatan dan kelemahan siswa. Langkah-langkah berikut menggambarkan cara melakukan penaksiran diagnostik jenis ini. (a) kenali dua atau lebih bidang kemampuan yang diinginkan untuk membuat profil setiap siswa. Masing-masing bidang kemampuan seharusnya berhubungan dengan target pembelajaran atas materi yang akan diajarkan. (b) Buatlah butir-butir untuk mengukur konsep-konsep dasar pada masing-masing bidang.

2.       Pendekatan Mengidentifikasi Kekurangan Pengetahuan Prasyarat
Pendekatan ini mengeksplorasi apakah peserta didik tertinggal dikarenakan mereka tidak memiliki pengetahuan atau keahlian khusus yang dibutuhkan untuk memahami pelajaran yang akan datang. Langkah-langkan yang dapat dilakukan antara lain: (a) Membuat suatu hierarki dari suatu target pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa. (b) Melakukan analisis untuk mengidentifikasi prasyarat-prasyarat yang harus dipahami oleh siswa untuk mencapai target pembelajaran tersebut. Untuk masing-masing prasyarat yang diidentifikasi, kemudian dianalisis lagi sehingga diperoleh suatu hierarki prasyarat.

3.       Pendekatan Mengidentifikasi Target-target Pembelajaran yang Tidak Dikuasai
Pendekatan ini memusatkan penaksiran pada target-target yang penting dan spesifik dari tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tes-tes pendek dibuat untuk mengukur keberhasilan dari masing-masing target pembelajaran. Perbedaan antara pendekatan ini dengan pendekatan yang kedua adalah

4.       Pendekatan Pengidentifikasian Kesalahan Siswa
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan siswa. Ketika guru mengklarifikasi kekeliruan siswa, selanjutnya guru dapat memberikan materi remedial. Melakukan teknik wawancara adalah cara terbaik untuk menemukan banyak kekeliruan pada siswa. Guru dapat meminta mereka untuk menjelaskan bagaimana mereka menyelesaikan sebuah soal, menjelaskan mengapa mereka menjawab seperti itu, memberitahukan aturan untuk menyelesaikan suatu soal.           

5.       Pendekatan Mengidentifikasi Struktur Pengetahuan Siswa
Cara pendekatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan peta konsep. Peta konsep adalah cara grafis untuk merepresentasikan bagaimana seseorang siswa memahami hubungan konsep-konsep yang utama dalam materi pembelajaran. Dengan menggunakan peta konsep siswa dapat membuktikan bahwa dirinya memiliki pengetahuan yang terorganisir dan serta menunjukkan hubungan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya.

6.       Pendekatan Mengidentifikasi Kompetensi untuk Menyelesaikan Soal Cerita

Pendekatan ini berpusat pada pada pengidentifikasian apakah siswa memahami komponen-komponen soal cerita. Diagnosis dalam pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi peserta didik yang tidak dapat menyelesaikan soal cerita dan apakah kekurangan mereka terletak pada pengetahuan linguistik dan factual, pengetahuan skematis, pengetahuan strategis, atau pengetahuan algoritmis.

Senin, 07 September 2015

Definisi Intelligence (Kecerdasan)

Kecerdasan merupakan istilah yang sulit untuk didefnisikan dan menimbulkan pemahaman berbeda-beda di antara para ahli. Dalam pengertian popular, kecerdasan sering didefinisikan sebagai kemampuan mental umum untuk belajar dan menerapkan pengetahuan dalam memanipulasi lingkungan, serta kemampuan untuk berpikir abstrak (Bainbridge, 2010).  Pendapat lain mengatakan bahwa intelligence is a mental adaptation to new circumstances (Kecerdasan adalah adaptasi mental pada keadaan baru). Terdapat juga pandangan yang lebih spesifik dengan mengatakan bahwa kecerdasan itu lebih merupakan insting dan kebiasaan yang turun-temurun atau adaptasi yang diperoleh untuk mengulangi keadaan; yang dimulai dengan trial and error secara empiris.
Bagi yang tidak sependapat dengan kedua pandangan tersebut menanggapi bahwa definisi ini masih terlalu luas termasuk yang disebut keadaan mental dalam definisi pertama perlu dibagi ke dalam struktur mental, yakni insting, training dan kecerdasan. Dengan demikian, pandangan ini menyimpulkan bawha kecerdasan hanya muncul dalam tindakan atas dasar pemahaman yang mendalam, sedangkan trial and error adalah salah satu bentuk dari training (latihan). Memang, tidak dapat dimungkiri bahwa kecerdasan itu muncul dari hasil bentukan kebiasaan yang paling sederhana ketika beradaptasi dengan keadaan yang baru. Juga, harus diterima bahwa permasalahan, hipotesis, dan kontrol yang merupakan embrio adanya keinginan untuk melakukan trial and error serta karakteristik pengujian empiris dari adaptasi sensorimotorik yang dikembangkan merupakan penanda kuat adanya kecerdasan (Piaget, 2002).
Kecerdasan manusia seharusnya dilihat dari tiga komponen utama yaitu; (a) kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan (the ability to direct thought and action), (b) kemampuan untuk mengubah arah pikiran dan tindakan (the ability to change the direction of thought and action), (c) kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan sendiri (the ability to criticize own thoughts and actions) (Binet dalam Indiana. 2009).
Adapun Thorndike dalam Yaumi (2013: 10) menjelaskan bahwa untuk mengkaji kemampuan manusia tidak bisa dilakukan dengan pengelompokkan berdasarkan kecenderungan, perubahan dan ,mengoreksi pikiran dan tindakan, tetapi harus dilihat dari kemampuan untuk beraktivitas dengan menggunakan gagasan-gagasan dan simbol-simbol secara efektif (kemampuan abstrak), kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan indera gerak yang dimilikinya (kemampuan motorik), dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru (kemampuan social). Jadi yang dimaksud dengan kecerdasan adalah kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru atau perubahan dalam lingkungan, kapasitas pengetahuan dan kemampuan untuk memperolehnya, kapasitas untuk memberikan alasan dan berpikir abstrak, kemampuan untuk memahami hubungan, mengevaluasi dan menilai, serta kapasitas untuk menghasilkan pikiran-pikiran produktif dan original.